Cerita anak ini idenya dari melihat seorang anak laki-laki yang sering berjualan bakwan. Ia berkeliling di komplek sejak jam 6 pagi. Sebelumnya, ia juga sholat berjama'ah di Mushola lengkap berseragam SD. Nah, kira-kira jam berapa ya dia bangun dan sarapan? :)
Lalu, di pasar dekat rumah ada toko Baju Lalok (Baju Tidur), sehingga terciptalah cernak ini. Bagi teman-teman yang ingin mengirimkan cernaknya ke Lampung Post, ini ada syaratnya :
Rubrik Cernak.
Syaratnya : ketik 3-4 halaman, 1.5 spasi kirim ke email lampostminggu@yahoo.com atau redaksilampost@yahoo.com . Honornya Rp. 150 ribu. Tema cernak bebas, bisa dongeng, fabel, dan legenda (menceritakan kembali).
Ini cernak yang kukirim sebelum diedit (eh entah juga kena editan enggak ya? belum ngecek hihihi...semoga bermanfaat).
Ini cernak yang kukirim sebelum diedit (eh entah juga kena editan enggak ya? belum ngecek hihihi...semoga bermanfaat).
Dapat juga dibaca di epapernya : http://epaper.lampost.co/index.php?edisi_epaper=1102
Baju Tidur Impian
(Dimuat di Lampung Post, Minggu, 27 September 2015)
(Dimuat di Lampung Post, Minggu, 27 September 2015)
Karya : Naqiyyah Syam
"Baju tidurku ada yang lengan panjang dan pendek. Motifnya juga
beda-beda. Ada yang bunga, ada yang ikan-ikan,"
cerita Nita.
"Sama. Aku juga ada model kayak gitu. Seperti daster ibuku juga
ada," cerita Mila bangga.
"Aku malah punya tujuh stel baju tidur. Setiap hari ganti.
Kadang aku buat jadwal. Hari senin baju tidur warna hijau, Selasa warna merah
sampe hari Minggu," ujar Tiara. Teman yang lainnya berdecak kagum.
"Kalo kamu baju tidurnya warna apa, Erna?" Tanya Nita. Erna
menduduk. Diam. Dia hanya menggeleng dan menarik napas panjang.
“Aku nggak punya,” ujar Erna.
“Ooh...”
"Ya udah, kita main lagi aja, yuk!" Ajak Mila. Erna bernapas
lega. Ajakan Mila menyelamatkannya. Untunglah Nita dan Tiara ikut
tersenyum. Mereka bermain dengan gembira. lupa dengan cerita baju tidurnya.
Tapi tidak bagi Erna. Baju tidur? Erna belum pernah memilikinya.
***
Pagi menjelma. Erna bersiap dengan seragam sekolahnya. Usai sholat subuh
dan sarapan. Erna segera bersiap berkeliling menjualkan bakwan buatan ibunya.
"Eeaaa...bak....wan,” Teriak Erna menjaja jualannya. Erna terus
berjalan melewati blok C.
"Bakwan!" Teriak seorang ibu memanggilnya. Erna menoleh dan
menghampiri rumah bercat biru.
"Beli bakwannya, bu?”
"Ya, ibu beli bakwannya sepuluh, ya. Berapa harganya?"
"Satu bakwan harganya seribu, bu.”
"Wah, bakwannya masih hangat. Cocok sekali buat teman sarapan sambil
minum teh.
"Ibu, baru pindah ke Padang ini, namamu siapa? Kamu tinggal di mana?”
tanya Bu Lia.
“Nama saya Erna, bu, rumah saja di Blok D,” jawab Erna.
“Oh, ibu juga punya anak perempuan, namanya Salma. Sepertinya seusiamu,
kalian bisa menjadi teman. Pulang sekolah nanti main ke sini
ya." Kata Bu Lia.
Erna mengangguk dan tersenyum. Ia membayangkan akan sangat menyenangkan ada
teman baru. Di balik pintu, Salma mengintip malu-malu.
**
Pulang sekolah Erna selalu melewati jalan ini. Sebentar lagi Erna akan
melewati toko.
Ya, sebuah toko yang menarik perhatiannya
sejak teman-temannya menceritakan baju tidur.
Erna menghentikan sepedanya. Matanya tertuju pada Toko Baju Lalok di depannya. Toko itu khusus menjual baju tidur. Beraneka model baju tidur terpajang di teras toko. Tergantung dengan rapi dengan berbagai ukuran. Dilihatnya papan harga yang menempel di pajangan baju yang tergantung. Ada yang 15 ribu, 20 ribu dan 30 ribu.
Erna menghentikan sepedanya. Matanya tertuju pada Toko Baju Lalok di depannya. Toko itu khusus menjual baju tidur. Beraneka model baju tidur terpajang di teras toko. Tergantung dengan rapi dengan berbagai ukuran. Dilihatnya papan harga yang menempel di pajangan baju yang tergantung. Ada yang 15 ribu, 20 ribu dan 30 ribu.
Ah, harga segitu bisa menjadi modal
dagangan bakwan dan donat. Gumam Erna. Ia memalingkan pandangannya dari baju
tidur impiannya.
"Bu, aku mau yang warna merah!" Seorang anak kecil menarik tangan
ibunya. Anak kecil itu memilih baju tidur berlengan panjang dan celana panjang.
Erna menjauh dari toko dan segera
mengayuh sepedanya menuju rumah. Ia menyimpan impiannya untuk sebuah baju
tidur.
**
"Kenalkan namaku Erna,"
"Namaku Salma."
"Ayo, masuk! Tolong temani Salma, ya. Ibu mau menyusun barang-barang
ini dulu." Ajak Bu Lia.
"Yuk, masuk. Aku sering melihatmu berkeliling menjualkan bakwan. Kau
hebat sekali berrani berjualan,” puji Salma.
“Ah, biasa saja. Di Padang, anak-anak sudah pintar berdagang loh, namanya Manggaleh
atau berdagang.” Jawab Erna.
“Oh, ya? Wah, aku jadi penasaran.” Kata Salma. Ia pun melanjutkan, “Barang-barangku
masih banyak belum dirapikan, itu masih di kardus." Ujar Salma. Rasa
malunya mulai hilang melihat senyum Erna yang ceria.
"Aku bantu, ya! Kita susun sama-sama, yuk!" tawar Erna. Salma
mengangguk.
Erna
dan Salma saling membantu merapikan mainan, buku-buku, rak sepatu dan pakaian
di kamar Salma.
"Bu, kok kardus ini
kebawa, ya? Bukannya sudah dipisahkan waktu naik ke truk pengangkut
barang?" Salam berlari mendekati ibunya yang berada di ruangan sebelah
kamarnya.
"Oh iya, tidak ada labelnya. Seharusnya masuk gudang, emang isinya
apa?" Bu Lia memang sengaja memberi
label tulisan untuk setiap kardus. Seperti baju, sepatu, buku atau ini milik Salma,
sehingga memudahkan menyusun barang-barang ke tempatnya. Seharusnya kardus itu
memiliki label, tapi mungkin saja terlewat atau lupa.
"Baju, Bu. Waktu itu mau dikasih ke panti asuhan, tapi sepertinya
terlupa karena sibuk dan keburu pindah deh," jawab Salma.
“Oh, kalau begitu ibu ada ide!” Bu Lia membisikan sesuatu pada Salma.
“Sip, Bu,” Salma mengacungkan jempolnya.
**
"Itu apa?" Tanya ibu dan
adik-adiknya.
"Diberi Salma, Bu. Teman baruku. Dia
baru pindah dari Lampung.
"Ayo kita buka!" Ajak Erna.
Kedua adiknya duduk melingkar. Erna membuka kardus yang diberikan Salma dengan
hati-hati.
"Wah, bajunya banyak sekalii!"
Teriak kedua adiknya.
"Masih bagus-bagus pula."
Erna mengeluarkan baju-baju dan membukanya satu persatu untuk dipilih
sesuai ukurannya atau untuk adiknya. Mata Erna terbelalak melihat dua potongan
baju tidur yang diimpikannya. Erna membuka lipatan baju berwarna merah dan
kuning. Kini Erna memiliki pakaian tidur seperti impiannya. Tak cuma baju
tidur, tapi juga persahabatan dari Salma. Erna tersenyum bahagia. Tak sabar
ingin bertemu dengan Salma untuk mengucapkan terima kasih.
Padang, 2015
Mba Naqiyyah, nulis di media masih lanjuttt dan blognya makin oke aja nih...
BalasHapusAlhamdulillah mbk, bisa menyalurkan hobi nulis :)
HapusMba Naqiyyah, nulis di media masih lanjuttt dan blognya makin oke aja nih...
BalasHapusIkutan belajar dari cernak Mbak Naqiy :)
BalasHapusTerima kasih, Mbak
sama-sama, ini masih pemula :) *jadi malu deh*
HapusBagusnyaaa.... :)
BalasHapusmakasih udah baca, Mbk, ini masih harus terus belajaaaaaar
HapusMbak Naqiy, aku berangsur-angsur mengikuti jejakmu... Doakan adikmu ini yaaa... :)
BalasHapusSip, mantap deh :)
Hapus