“Enak ya jadi PNS, kerja santai, uang mengalir, makan gaji
buta! Peluang korupsinya banyak!”
Jdeeer..!
Obrolan ibu-ibu itu membuat saya ‘meradang’ bukan karena kata PNS-nya saja, tapi
seolah-olah peluang korupsi enak saja dinikmati. Keluarga saya rata-rata
sebagai PNS. Keempat kakak perempuan saya memilki jabatan disetiap instansinya,
bahkan memiliki jabatan sebagai Lurah. Suami saya baru empat tahun ini sebagai
PNS. Suka-duka menjadi abdi negara yang baik saya akui cukup sulit.
Jika ke luar daerah, suami pernah disodori amplop sebagai ‘hadiah’
oleh petani yang dikunjungi. Apakah uangnya diambil? Pernah seorang teman saya
bilang, “Ambil saja uang itu belikan AC, bukan untuk makan, uang halal kok,”
Ups...benarkah halal?
Lain waktu, suami bercerita, jika di SPJ kantor berangkat
naik pesawat, ternyata di lapangannya naik bis. Nah, perbedaan harga itu dapat
diambil. Wah, harusnya enggak papakan? Tapi, suami tetap enggak mau. Dia lebih
memilih naik pesawat sesuai SPJ, walau uangnya nanti tidak banyak diterima.
Dibanding berbohong di atas kertas.
Korupsi? No!
Gurita Korupsi
Korupsi telah menggerogoti
masa depan bangsa Indonesia secara menggila. Satu per satu kasus korupsi
terbongkar. Baru-baru ini kasus tertangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi
(MK) Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Rabu (2/10), makin menambah
daftar panjang kasus korupsi di tanah air (Kompas, 21 Oktober 2013).
Tak hanya itu, di bidang pendidikan berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICM) sejak
tahun 2003-2013 telah terjadi 296 kasus korupsi pendidikan yang menyeret 479
tersangka dan kerugian Rp. 619,0 Miliar (Laporan Kajian Satu Dasawarsa Korupsi
Pendidikan, ICW 2013).
Dari bidang, jabatan, maupun profesi yang dulunya dianggap
bersih, ternyata kini telah tercemar dengan kasus korupsi. Pelaku korupsi mulai
bertambah. Hampir setengah jumlah kepada daerah (guernur dan bupati/wali kota)
dan ribuan anggota DPR/DPRD tersandung korupsi. Bahkan yang memalukan sekalipun
terjadi pada pengadaan Kitab Suci terseret kasus korupsi. Dari guru, dosen hingga
PNS banyak terlibat korupsi. Mengapa ini
terjadi?
Penyebab Korupsi
1.
Korupsi
adalah penyakit mental. Sebuah kegagalan pendidikan membentuk karakter. Jika
saja sejak karakter ini ditekankan sejak dini, maka pelaku yang akan melakukan
korupsi tidak akan terjadi. Apalagi seorang Muslim.
2.
Menanamkan
mental dan akhlak budi pekerti luhur paling efektif dimulai dari ke dua orang
tua, sekolah dan lingkungan sekitarnya. Terutama yang beragama Islam, sangat paham akhlak yang dimaksud. Ya, akhlak seorang muslim.
3.
Disinilah
peran orang tua, khususnya ibu dalam menanamkan nilai anti korupsi itu sangat
penting. Orang tua selain harus menjadi teladan juga mesti pengajaran (nasehat)
yang baik untuk anak-anaknya, seperti nilai menghagai orang lain, tidak merugikan
kepentingan orang banyak, dll.
Peran Ibu Membentuk Generasi Anti Korupsi
Mengapa ibu?
Ibu adalah Motivasi Kehidupan
Ibu
adalah orang tua yang paling dekat dengan anak-anaknya. Ibu lebih mengenal
karakter anak-anaknya. Kasih sayang seorang ibu menjadi bekal kehidupan
anak-anaknya kelak. Dari hamil, melahirkan, menyusui hingga membesarkan Ibu
menjadi istimewa di mata anak-anaknya. Nah, sejak dalam kandungan Ibu dapat
memberikan cerita kepada calon bayinya terhadap harapan-harapannya sebagai
pemimpin yang baik.
Ibu Adalah Sekolah
Rasulullah
SAW bersabda : “Ilmu (yang didapat) pada
masa kecil (akan membekas) bagaikan ukiran pada batu.” (HR. Al-Baihaqi dan
Thabrani). Ibu memikul amanah untuk mengawasi anak-anaknya.
Kehadiran ibu yang sholehah adalah
dasar pendidikan dalam sebuah rumah tangga. Apa jadinya jika anak menemukan
ibunya suka menggerutu, bergunjing atau menghabiskan waktu di depan TV? Ajari
anak dengan mendongeng. Kenalkan karakter yang baik contohnya : ketika meminjam
pensil dari teman harus dikembalikan lagi. Walau sangat menyukai pensil
tersebut harus dikembalikan karena bukan miliknya. Lalu, saat menemukan barang
baik berupa uang, tempat air minum, penghapus atau lainnya. Ajarkan pada anak
untuk melaporkan pada guru, mengumumkan atau mengembalikan pada pemiliknya.
Ajari anak bahwa ada Allah yang melihat semua tingkah laku kita di dunia ini.
Bagaimana tahu Allah itu Maha Mendengar? Allah Maha Melihat. Ilustrasikan
sebagai berikut :
Ibu : “Dinda pernah naik pesawat?”
Dinda :”Pernah, ke
Jakarta dengan Bunda.”
Ibu : “Waktu dia atas pesawat, semakin
tinggi, Dinda lihat rumah di bawah ukurannya menjadi kecilkan?”
Dinda :”Betul Bunda, keciiiil banget!
Terlihat semua. Juga sungai dan laut,”
Ibu : “Nah, Allah lebih lagi. Allah
dapat melihat semua isi dunia. Bahkan mendengarkan apa yang Dinda bisikan dalam
hati.”
Begitulah, ilustrasikan kepada
anak-anak sesuai dengan usianya. Maka. Pelan-pelan masukan soal anti korupsi.
Ibu Adalah Teladan
Ajarkan
anak sopan dan satu. Menghargai waktu, disiplin dan mengenal barang milik
sendiri. Jika ibu bangun pagi, rajin sholat, rajin mengaji, maka anak-anak akan
mengikuti ibunya. Pelan-pelan ajari anak. Minta bantuan sekolah untuk
membuatkan program bersama.
Kenalkan
akhlak Rasulullah SAW sejak dini. Baik dari dongeng, bacaan hingga teladan
tingkah laku.
Kenalkan bacaan bermutu |
Keluarga Anti Korupsi |
Nah, sebagai keluarga muslim, tentu kita sangat mendukung anti korupsikan? Mari, terus selalu memperbaiki diri. Bersama Aswaja say no to korupsi!
wiiih itu daftar kegiatan, aku juga punya waktu SD :))
BalasHapusIya Mak, buat evalusi anak2 bagus banget loh :) anak2 senang kalo entar dapat hadiah kalo cek listnya lengkap:)
Hapusibu memang madrasah bagi anak2nya ya, jadi memang pondasi generasi yg baik ujung tombaknya adalah ibu.Saya setuju :D
BalasHapusterima kasih kunjungannya Mak. Ibu adalah tombak sejarah untuk anaknya ya:)
Hapuskeren mbak tulisannya :)
BalasHapushttp://tentangzie.wordpress.com/2013/12/05/ketika-dunia-tak-lagi-sama/
terima kasih Mbk kunjungannya :)
HapusTulisannya sangat inspiratif terutama bagi kita para orang tua yang terkadang "lupa" dan "lalai" dalan menjaga amanah(anak) yang di titpkan oleh Allah SWT. Sedikit berbagi, saya WNI yang menikah secara Islam dengan WNA yang menjadi mualaf dan saat ini kami tinggal di Perancis. Suami bekerja sebagai Auditor yang "rentan" dengan gondaan materi, namun kenyataan dia mampu untuk menjaga kepercayaan yang di embannya walaupun sejak lahir dia di besarkan di keluarga Khatolik yang taat. Kedua orang tuanya selalu mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang sejalan dengan agamnya, jujur, bertanggung jawab, setia, dll. Hal ini membuat saya merenung karena dibandingkan dengan situasi di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Muslim, nilai yang di tananamkan dalam keluarga adalah mendidik anak menjadi "sukses dan kaya raya" bukan mendidik anak menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur, pintar dan berprestasi. Sehingga banyak orang tua di Indonesia yang "tutup mata" dengan tindakan yang di lakukan anak-anak mereka yang penting adalah "kemakmuran materi" walaupun di lakukan dengan jalan apapun. Di Eropa yang mayoritas penduduknya beragama Kristen, praktek korupsi tidak merajalela sebagaimana yang dilakukan di Indonesia mulai dari tingkat RT s/d Pemerintah pusat dan hampir di setiap bidang usaha. Sungguh Fenomena yang luar biasa...Melalui tulisan inspiratif dari Mba Naqqiyah, kita sebagai orang tua di ingatkan akan fungsi utama menanamkan nilai-nilai agama Islam untuk membendung "budaya komsumerisme" yang sangat luar biasa dampaknya di Indonesia.
BalasHapusterima kasih sudah berbagi, Mbk. Inspiratif juga kisah Mbk. Ya, kita sebagai ibu harusnya menanamkan nilai2 itu agar anak2 kita kelak bebas korupsi:)
Hapus