Di depan banner, eksis terus :) |
Ini cerita bersambung saya mengenai workshop menulis tulis nusantara bagian 2 bersama Mas Arief Ash Shidiq dari Plot Point.
Jujur, saya agak asing apa itu plot point. Nah, kamu bingung jugakan? Ternyata Plot Poin itu penerbit yang menerbitkan buku-buku remaja. Lengkapnya ada di sini.
Mas Arief Ash Shidiq dari Plot Point |
Di sesi 2 ini Mas Arief langsung buka sesi
pertanyaan, siapa mau tanya mengenal kepenulisan dan editorial? Sempat diam,
tidak ada yang bertanya. Wiih, saya mencuri start buat nanya. Seorang di depan saya menanyakan buku-buku
yang disukai plot pont jenis apa saja? Sedangkan
saya nanya,"Plot Point mempersiapkan berapa editor?"
Peserta antusias sekali ^_^ |
Duduk perkelompok, ini nebeng kelompok FLP Balam ^_^ |
Bang Adian Saputra, seorang jurnalis Lampung Post dan juga penasehat FLP Lampung |
Peserta |
Asik Diskusi |
Soal naskah yang masuk akan dinilai dalam beberapa tahap, yakni :
1. Naskah masuk
2. Akan dinilai sesuai atau tidak dengan visi dan misi penerbitan
3. Editor teknis. Apa saja yang dinilai editor? Karakter, alur dan latar.
4. Pengemasan : sampul, lay-out, ada gambar atau tidak, jenis kertas dan buku akan seperti apa kelak dilakukan bagian pengemasan.
5. Prof Reader.Di sini naskah akan dibaca oleh beberapa pembaca awal yang akan menilai titik, koma sudah benar atau belum, dll. Begitulah tahap naskah yang akan diterbitkan untuk menjaga kualitas buku.
Mas Arief |
Mas Arief menanyakan usia peserta. Beberapa mengacungkan jari dan menjawab usia 18, 20, 33, hingga 40 tahun. Wih, beragam usia peserta ya. Tapi, bukan itu alasan ditanya usia peserta, tapi untuk mengetahui batasan rentang pembaca. Biasanya 18-40 tahun adalah rentang pembaca remaja sampai dewasa madya.
Contoh : ingin menulis tema remaja. Apa yang sering terjadi atau permasalah pada remaja? Kita pilih tema tawuran. Maka, akan dibahas pada naskah nanti mengenai apa itu tawuran, sejarah tawuran, bagaimana terjadinya, tokoh yang terlibat dan lainnya.
peserta mengajukan apa saja yang khas dari Lampung. Makanan, krupuk, adat istiadat, tempat wisata, dan lainnya.
Contoh : suatu daerah sarapan khasnya makan pindang. Nah, berapa lama pindang dimasak? Bagaimana cara masaknya? Dimakan dingin atau panas? Jika dalam cerita, maka dibuatlah informasi secara detail soal pindang. Sesuaikan dengan kondisi daerahnya.
Nah, cerita adalah perubahan yang digambarkan terjadi dalam rantau kausalitas peristiwa-peristiwa. Dalam sebuah cerita ada arsitek, history, properti yang akan menjadi semesta cerita, baik setting, alur dan lainnya.
Contoh menarik ada di buku Beauty and The Beast, aiih belum pernah baca. Pernah dengar aja ^__^
Jadi, bagaimana membuat cerita berlatar budaya daerah? Di workshop kemarin peserta diminta memberikan contoh sebuah adat istiadat Lampung. Jarwo (Ketua FLP Balam) mengusulkan adat persaudaraan (mempersaudarakan) oleh orang Lampung dengan orang pendatang. Tradisi itu bernama Angkonan
Bu Mardiyah mempresentasikan idenya |
Ide : Pelaku angkonan Ditangkap KPK |
Membuat Konflik
Lalu, apa bagaimana membuat konflik pada cerita angkonan ini? Maka, peserta diberi tugas bagaimana caranya agar angkonan tidak terjadi. Akan ada bonus buku untuk 3 orang ide yang paling bagus.
Maka, berlomba-lombalah peserta maju. Ide Jarwo, uangnya dibawa ternyata tidak 24 tapi kurang. Ide Mbk Maya Upasari, tiba-tiba tokoh angkonan mengalami stroke, ide saya ada 2. Aduuh, enggak dalam sih, pertama mobil kecelakaan dan si A mencurigai si B (calon angkonannya), ide ke-2 tiba-tiba si A pingsan dan ditemukan 2 jeruk nipis di sampingnya. (Mistis nih heheh...), ada yang setor ide ibu si A dan ibu si B berantem di acara angkenan, mereka tidak setuju, bahkan saling jambak rambut (sinetron banget ya? Hahahah...). Ada juga idenya ditangkap KPK. Wow, dramatis sekali ya? Iya dong kan biaya angkonan itu mahal. Beragam ide yang dilontarkan, lucu, seru dan akhirnya inilah 3 pemenangnya.
Dapat door prize |
Jadi, bagaimana konflik yang baik? Buatlah cerita yang detail lalu bentulkan dengan masalah yang tidak lazim. Seperti contoh di atas, acara angonan akan berlangsung karena kedua belak pihak akan melakukan dengan melibatkan dua keluarga, adat istiadat dengan perlengkapan serah-serahan (bawa sembako, uang dan lainnya). Lalu, cari cara bagaimana angkonan tidak terjadi. Misalnya :
1. Pelaku mengalami stroke
2. Ibu pelaku ribut diacara
3. Tertangkap KPK
Nah, di sinilah konflik terjadi. Tokoh mengalami benturan kejadian, kembangkan dengan latar daerah. Jadi, cerita tidak akan datar dan konflik tidak lebay ala sinetron (pilih benturan yang pas). Ayo dicoba ya!
Senangnya diacara ini peserta juga mendapatkan panduan latihan menulis.
panduan menulis yang dibagian beberapa contohnya ^_^ |
Pemateri juga langsung ke meja dan diskusi langsung.
tanya-tanya mumpung gratis ^_^ |
pas break, Mbk Ollie ke meja peserta |
Diskusi tentang daerah dan menerbitkan buku |
Bersama Mas Arief Plot Point |
Bersama Tim Nulis Buku |
Foto Bersama peserta |
Tim FLP yang hadir |
Tim Penulis Perempuan FLP Lampung |
trmksh atas infonya mbak naqiyyah:-):-)
BalasHapussama-sama Desti :)
Hapus