Kaki tidak semestinya diberi status kurang penting karena anggota tubuh bagian bawah ini punya peran sangat penting dalam kehidupan seorang anak.
Jangan bingung kalau kaki bayi yang baru lahir terlihat berbentuk “O”. Tak perlu membedongnya seperti lontong agar lurus, karena langkah seperti itu sama sekali tidak tepat. Seperti dikatakan Dr. Ferry D.T., Sp. BO, bentuk kaki baru lahir memang berpola seperti huruf “O”. “Mau dibedong sekuat apa pun, kaki bayi baru lahir akan tetap membentuk huruf O,” tambah dokter yang mengambil spesialis ortopedi di Peolpe’s Friendship University, Moskow, Rusia ini.Selain dokter, orang tua pun bisa melakukan pemeriksaan terhadap normal-tidaknya kaki bayi. “Nah, begitu menemukan kejanggalan atau setidaknya merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan pertumbuhan atau keadaan kaki anaknya, langsung tanyakan dan periksakan pada dokter, khususnya dokter ortopedi.”
Contoh pemeriksaan:
CIRI-CIRI KAKI NORMAL
* Simetris
Kaki kiri dan kaki kanan bayi harus simetris. Bentuk tulangnya relatif sama-sama lurus alias tidak ada kelebihan rotasi ke dalam maupun ke luar. Begitu juga dengan tulang kering, meski bisa saja agak membengkok ke arah belakang, namun masih dalam batas normal. Dalam arti, bengkoknya tidak terkonsentrasi pada satu ujung tulang saja karena kurvanya mencakup sepanjang tulang (smooth curve).
* Memiliki Sudut Tertentu
Besaran sudut sendi lutut (antara paha dan tulang kering) amat tergantung umur. Jika dibaca lebih cermat, masing-masing usia memiliki kaki yang membentuk sudut berbeda. Sementara sumbu telapak kaki lurus dari tengah tumit ke jari kaki ke-2 dan ke-3. Begitu juga dengan sendi lutut, tidak bisa menekuk ke depan. Perlu diingat, permukaan kaki bayi dapat ditekuk mencapai permukaan depan tulang kering dan bersifat fleksibel.
* Panjang-Pendek Kaki Sangat Individual
Panjang pendeknya kaki bayi bersifat individual alias tergantung pada kondisi setiap anak. Tidak ada patokan bayi umur sekian bulan harus mempunyai panjang kaki sekian sentimeter. Soalnya, tiap anak bisa saja berbeda panjang kakinya. Anak yang berbakat tinggi contohnya, bisa jadi kakinya akan lebih jenjang/panjang. Begitu juga sebaliknya, sehingga hal ini tidak bisa dijadikan sebagai patokan untuk mengetahui baik-buruknya perkembangan kaki bayi. Yang penting dilihat secara keseluruhan, panjang kakinya tampak proporsional dengan tubuhnya.
* Telapak Kaki Tidak Datar
Telapak kaki yang ideal mempunyai cekungan di bagian sebelah dalam. Untuk mengetahui bayi mengalami kaki datar (flat foot) atau tidak memang ralatif tidak gampang mengingat cekungan pada telapak kaki bagian dalam bayi belum terbentuk sempurna. Hal ini baru bisa benar-benar dipantau manakala dia sudah mulai berjalan atau setidaknya belajar berjalan. Cara memeriksanya, ajak anak berjalan jinjit, berjalan dengan tumit, maupun berjalan dengan telapak kaki bagian dalam dan bagian luar. Jika si anak bisa melakukannya dengan mudah/fleksibel dan tidak nyeri, kemungkinannya ia tidak mengalami flat foot.
Namun, wajar-wajar saja dan sama sekali tak perlu dikhawatirkan jika telapak kakinya lebar dan jari-jarinya relatif besar sementara bayi lain berkaki kecil dengan jari-jari relatif lebih kecil pula. Hal ini tergantung pada kondisi masing-masing bayi yang dipengaruhi oleh faktor genetik dari kedua orang tuanya.
Sementara cepat-tidaknya anak bisa berjalan dan berlari, serta kuat-tidaknya ia berjalan jauh nanti, lagi-lagi terpulang pada bagaimana dan seberapa intens orang tua menstimulasinya. Sampai sekarang memang belum ada penelitian yang mengatakan bahwa besar-kecilnya telapak kaki bakal berpengaruh pada kemampuan si bayi mengoptimalkan kakinya.
JANGAN RAGU MENSTIMULASI
Sebenarnya dalam menstimulasi anak, yang harus dijadikan pegangan adalah kemampuannya melakukan aktivitas pada setiap tahap perkembangan. Sesuaikan stimulasi itu dengan kemampuan dan tahap perkembangannya. Jadi, sekalipun si kecil belum cukup usia untuk berjalan, tetapi kalau dia sudah mau berjalan, itu sama sekali tidak akan mengganggu perkembangan kaki ataupun merusak struktur kakinya. Seperti yang selama ini kadung jadi mitos di masyarakat, “Jangan deh! Masak sih anak umur 7 bulan sudah ditatih. Nanti kakinya bengkok atau seperti huruf O, lo!”
Sebenarnya, di usia 9 bulan bayi sudah bisa diajak berdiri atau diberdirikan dengan cara memegangi bagian samping dadanya di bawah lengan. Sedangkan di usia 11-12 bulan, umumnya anak sudah mulai memfungsikan kedua kakinya untuk berjalan. “Hingga memang di usia inilah anak sudah boleh diajak berjalan dengan cara memegang tangannya dan biarkan anak sendiri yang memegang jari kita. Awalnya, anak akan berpegangan dengan kedua tangannya, lalu lama-lama anak akan memegang cukup dengan satu tangannya sebagai penyeimbang saat berdiri dan berjalan.”
Barulah di usia 13-15 bulan anak mulai bisa berjalan sendiri tanpa perlu berpegangan untuk mengatur keseimbangannya. Hanya saja, jalannya masih selangkah dua langkah lalu jatuh atau masih oleng. Memasuki usia 18 bulan, umumnya anak sudah semakin lincah bergerak ke sana kemari. Ia mulai ingin belajar naik kursi atau tangga dengan atau tanpa bantuan. “Pokoknya, di usia ini anak lagi senang-senangnya menjejakkan dan melangkahkan kakinya ke tempat yang lebih tinggi dari tempat dia berpijak sebelumnya. Saat usia 24 bulan baru dia bisa naik turun tangga sendiri, selain sudah mampu menendang bola dan berlari tanpa dibantu walau mungkin tetap masih agak oleng.”
Sedangkan kemampuan jongkok atau bersimpuh, umumnya sudah bisa dilakukan sendiri tanpa harus diajari saat dia mulai ingin memfungsikan kedua kakinya. Biasanya ini terjadi dari merangkak atau peralihan dari duduk ke berdiri. Kendati begitu, Ferry mengingatkan ada sebagian pihak yang berpendapat bahwa duduk di lantai dengan kedua kaki seperti membentuk huruf W (bersimpuh dengan tungkai ke luar) bisa memperberat kelainan rotasi pada kaki. Sebaliknya, sampai sekarang belum ada yang mengatakan bahwa mengajak bayi belajar melompat dan meloncat secara sederhana akan merusak atau mempengaruhi perkembangan kakinya.
RAGAM KELAINAN KAKI
Tanpa bedong, jika tidak ada kelainan apa-apa, di usia 2 tahun, kaki anak yang semula membentuk huruf O akan lurus dengan sendirinya. Menurut Ferry, justru harus dipertanyakan jika kaki si kecil selagi berusia di bawah setahun tidak membentuk pola huruf O. Yang pasti, tukas dokter yang berpraktek di RS Hasan Sadikin, Bandung, Ã’Gangguan pada kaki bayi jauh lebih baik dideteksi sejak dini. Jika tidak, gangguan tersebut akan sangat menghambat si kecil kelak saat dia sudah membutuhkan sepasang kakinya. Semisal jadi sulit berjalan, mudah jatuh, nyeri, hingga kerusakan sendi secara dini. Berikut beberapa ciri kaki bayi yang tidak normal:
* Knee Hyperextension
Ini biasanya disebabkan posisi abnormal janin, hipermobilitas sendi, fixed equinus, injury cakram pertumbuhan, dan malunion patah tulang. Keadaan ini menurut Ferry biasanya sudah bisa dideteksi secara jelas saat bayi baru lahir karena posisi kaki bayi seperti ini sangatlah tidak normal.
Untuk penanganan atau terapi pada kasus seperti ini, saat bayi baru lahir akan diperiksa secara menyeluruh supaya bisa diketahui tindakan apa saja yang bisa dan harus dilakukan. Kendati tindakan itu sendiri baru bisa dilakukan setelah anak berusia 2 tahun. Adapun tindakan pertama yang ditempuh adalah dengan brace KAFO hingga si anak berusia 6 tahun. Jika tidak ada kemajuan, baru dioperasi epifisiodesis yang akan terus dipantau hingga anak berusia 10 tahun. Jika tidak berhasil juga atau bila anak baru mendapat penanganan selewat usia 10 tahun, maka yang brsangkutan akan menjalani operasi osteotomy.
* Congenital Talipes Equinovarus
Merupakan kelainan lahir dengan ciri kaki bayi menunjuk ke bawah dan terputar ke dalam. Secara klinis hal ini bisa ditunjukkan dengan rotasi tungkai ke bawah ke arah dalam, hingga anak berjalan dengan bagian luar kaki. Ã’Kasus ini terjadi karena kurang sempurnanya pembentukan di trimester pertama. Terjadilah kompresi dalam kandungan, maupun kelainan otot dan sendi.”
Keadaan seperti ini akan jauh lebih baik jika dideteksi dan ditangani sejak dini. Pasalnya untuk kelainan kaki seperti ini bisa ditangani sejak baru lahir seperti dengan melakukan serial manipulasi & tapping per minggu selama 2 bulan atau dengan cara digips kurang lebih 1-2 minggu selama 2-3 bln. Setelah terkoreksi barulah hold dengan sepatu terbalik atau splint. Sementara operasi baru disarankan untuk dilakukan jika terapi konservatif 6 bulan sampai setahun gagal dan telah digips selama 3 bulan. Tindakan operasi untuk mengembalikan posisi kaki anak ke tempat yang seharusnya, bukan berarti tidak ada kemungkinan komplikasi. Bisa saja anak mengalami komplikasi berupa under atau koreksi, kaku dan nyeri, hingga recurrency atau kambuh sampai usia 10 tahun.
* Leg Length Discrepancy atau Perbedaan Panjang Tungkai
Kalau tidak diperiksa secara saksama dan teliti seringkali keadaan ini terlewatkan dan baru ketahuan saat anak belajar berjalan atau saat mengenakan celana panjang. Padahal pemeriksaan untuk hal ini sangatlah mudah dan bisa dilakukan awam. Caranya tidurkan bayi telentang dalam keadaan telanjang, samakan kakinya dengan cara memegang keduanya. Amati adakah perbedaan panjang-pendeknya. Atau bisa juga dengan cara mengukur satu per satu panjang kaki bayi dari panggul hingga telapak kaki.
Seperti yang dikatakan Ferry, keadaan ini bisa disebabkan kelainan lahir (hemihipertrofi, DDH, PFFD), kelumpuhan (polio, CP), infeksi, tumor, injury (setelah patah tulang). Dampak jangka panjangnya, kelak anak akan mengalami kesulitan berjalan, scoliosis, hingga nyeri punggung bawah.
Untuk kasus ini biasanya tidak perlu diambil tindakan jika perbedaan panjangnya kurang dari 2 cm karena tidak akan terlalu berpengaruh saat anak jalan dan tidak akan terlalu terlihat. Sementara jika perbedaannya 2-5 cm, anak akan dikenakan shoe lift. Sedangkan bila perbedaan panjangnya lebih dari 5cm, mau tidak mau ini akan dilakukan operasi leg lengthening/shortening/epiphysiodesis, yakni dengan memotong tulang yang lebih panjang.
* Flat Foot
Kelainan yang satu ini lebih dikenal dengan sebutan kaki datar. Kondisi ini akan menyebabkan anak merasa tidak nyaman saat berjalan, cepat lelah dan sol sepatu selalu habis sebelah. Hanya saja menurut penelitian, kondisi seperti ini pada orang dewasa tidak terlalu menimbulkan masalah.
Flat foot sendiri menurut Ferry disebabkan kelainan posisi tulang, jaringan sendi terlalu fleksibel, overweight, kelemahan otot, kompensasi dari kaki X, dan kelainan rotasi kaki. Akan tetapi untuk memastikan kelainan ini sekaligus melakukan tindak penanganannya harus menunggu sampai usia anak minimal 3 tahun.
SEBAIKNYA JANGAN GUNAKAN BABY WALKER
Agar anak bisa belajar mengoptimalkan kemampuan kakinya untuk berjalan, Ferry mengingatkan agar orang tua sebaiknya tidak memfasilitasinya dengan baby walker. “Penggunaan fasilitas ini membuat bayi tidak terangsang untuk berjalan mandiri, disamping tidak melatih kekuatan otot dan tulang, maupun koordinasi gerak dan keseimbangannya.”
BERAWAL SEJAK MASA KEHAMILAN
Dalam hal ini, papar Ferry, banyak gangguan/kelainan pada kaki bayi, umumnya berawal dari masa kehamilan. Penyebabnya bisa karena umur ibu sudah terlalu tua atau amat berisiko untuk hamil, terkena infeksi, mengalami kekurangan cairan ketuban, ataupun ibu mengonsumsi obat-obatan atau zat tertentu yang dapat menyebabkan kelainan janin. Sedangkan pada masa setelah anak lahir, bisa disebabkan infeksi, kurang gizi, kurang rangsangan motorik ataupun trauma berupa patah tulang.
Gazali Solahuddin. Foto-foto: Dok. Dr. Ferry D.T., Sp. BO
WebRepOverall rating
Apakah seseorang yang terkena folio, bentuk kakinya kalau sudah dewasa akan tetap berbentuk "O"?
BalasHapus