Tamasya ke Dufan
SUNGGUH senang hatiku. Besok sepupu dari Jambi, Bengkulu, dan Lampung berkumpul di rumahku. Jarang-jarang kumpul keluarga besar ibu. Biasanya setiap dua tahun sekali kumpul di kota asal ibu, Bengkulu. Tapi tahun ini istimewa. Karena Mbak Ririn, sepupu yang dari Jambi, wisuda. Mbak Ririn sekarang sudah menjadi sarjana pertanian di Universitas IPB. Sebagai rasa syukur, Bunda (ibunya mbak Ririn, kakak ibu) mengadakan syukuran keluarga bertamasya ke Dufan. Emmm...sungguh indahnya pertemuan esok ya?
“Wah, rumah kita nanti ramai ya, Mbak,” ujarku pada Mbak Wulan.
“Iya, tapi kita harus belajar menjadi tuan rumah yang baik. Kita harus rela jika barang kita dipinjam bersama, seperti guling, bantal atau selimut,” jawab Mbak Wulan.
“Etss...tapi yang ini gak boleh, Mbak. Ini guling kesayanganku,” rajukku.
“Duu dah gede, udah kelas lima SD masih aja manja! Ya udah, simpan di kamar Ibu sana! Nggak enak nanti kalo sepupu kita datang,” ujar Mbak Wulan.
Esok pagi Adik Faris dari Lampung datang. Adik Faris yang baru tiga tahun sungguh lucu! Adik Faris suka sekali menggambar dan main kejar-kejaran. Adik Faris langsung akrab. Padahal terakhir bertemu, umurnya masih dua tahunan. Mungkin karena mereka rajin telepon, jadi walau jarang berjumpa, terasa sudah sangat akrab. Adik Faris datang ditemani umi dan abinya.
Sorenya, Dang Acon dan Ayuk Siti yang datang dari Bengkulu. Mereka cuma ditemani Bunga (ibunya Dang Acon dan Ayuk Siti). Ayahnya tak ikut serta karena ada tugas. Malamnya, Mbak Ririn, Mbak Dayu, Mbak Nita tiba dari Jambi. Mereka datang bersama Bunda (sebutan kami untuk mamanya) dan papanya. Kini lengkaplah keluarga besar ibu. Sayang Oma dan Opa telah tiada, tidak ikut serta berkumpul bersama kami.
Hari yang dinantinya tiba. Esok hari pagi-pagi sekali keluarga yang sudah kumpul berkemas-kemas. Para ibu-ibu masak di dapur mempersiapkan bekal makan siang, sedangkan yang laki-laki mempersiapkan mobil dan lainnya.
***
Pukul delapan pagi, kami bergerak menuju Ancol. Sepanjang jalan kami bertukar cerita. Rasanya sungguh bahagia dapat berkumpul seperti ini. Tiba di Ancol pukul 10.00.
“Kita mau ke mana nih?” tanya Bunga.
“Ke Dufan aja!” jawab Bunda.
“Kemana aja, yang penting maen en gratis!” ujar Dang Acon yang disambut tawa kami semua.
Akhirnya Kami memilih untuk bermain di Dufan saja.
Ternyata harga karcis cukup mahal, yakni Rp150 ribu untuk 1 orang, bahkan Adik Faris yang tingginya belum 100 cm ikut membayar setengahnya.
Usai membeli karcis, kami semua menuju antrean panjang. Sambil menunggu antrean panjang, kami melihat badut yang lucu-lucu. Ada yang seperti kodok, boneka, bebek dan lainnya. Kulihat Adik Faris menangis ketika uminya mendekati badut berbaju kodok. Lucu sekali! Ketika hendak masuk, tangan kami di beri cap sebagai tanda masuk. Karena aku sudah pernah ke Dufan dengan ibu dan bapak, maka aku sering menjadi petunjuk bagi sepupuku yang lainnya.
Setelah sampai di dalam, kami sekeluarga besar mencari tempat untuk istirahat. Kami memilih suatu tempat duduk yang panjang menghadap ke kolam. Tak lama Adik Faris langsung mengajak umi dan abinya naik perahu di atas kolam, sedangkan kami mencoba bermain kora-kora.
Dang Acon dan Mbak Nita memilih bermain tornado. Wah kami yang melihat dari bawah saja sungguh tegang! Aku tak berani melihatnya!
“Ayo, Mbak Tia!” ajak Dang Acon.
“Nggak ah, kami milih di bawah saja,”ujar Mbak Tia.
Tak lama Dang Acon dan Mbak Nita menaiki tornado. Tubuh mereka berayun-ayun dan berputar-putar, jeritan peserta membahana.
“Ngeri tapi mendebarkan!” kata Dang Acon usai main tornado.
“Nggak mau naek itu!!! Huhuhuhu.....” Adik Faris mulai menangis melihat permainan tornado.
Selanjutnya kami mencoba permainan istana boneka. Kami naik semacam perahu yang bergerak di dalam air. Istana boneka ini terletak di dalam gua, tempatnya agak gelap. Awalnya Adik Faris ketakutan, lama-lama Adik Faris semakin asik melihat boneka-boneka yang ada. Boneka-boneka itu menggenakan busana daerah. Berbagai macam daerah, baik dari Aceh sampai Papua. Selain provinsi di Indonesia, ada juga boneka dari beberapa daerah,seperti India, Amerika, Jepang, Malaysia, dan lainnya. Wah sungguh menarik!
Menjelang asar kami sekeluarga berkumpul kembali dan bersiap-siap untuk pulang. Sungguh pertemuan ini sangat menyenangkan. Tapi setiap pertemuan, ada perpisahan. Dan besok, siap-siap rumahku sepi kembali.
Cerita Anak ini di muat di http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2010071100313343
SUNGGUH senang hatiku. Besok sepupu dari Jambi, Bengkulu, dan Lampung berkumpul di rumahku. Jarang-jarang kumpul keluarga besar ibu. Biasanya setiap dua tahun sekali kumpul di kota asal ibu, Bengkulu. Tapi tahun ini istimewa. Karena Mbak Ririn, sepupu yang dari Jambi, wisuda. Mbak Ririn sekarang sudah menjadi sarjana pertanian di Universitas IPB. Sebagai rasa syukur, Bunda (ibunya mbak Ririn, kakak ibu) mengadakan syukuran keluarga bertamasya ke Dufan. Emmm...sungguh indahnya pertemuan esok ya?
“Wah, rumah kita nanti ramai ya, Mbak,” ujarku pada Mbak Wulan.
“Iya, tapi kita harus belajar menjadi tuan rumah yang baik. Kita harus rela jika barang kita dipinjam bersama, seperti guling, bantal atau selimut,” jawab Mbak Wulan.
“Etss...tapi yang ini gak boleh, Mbak. Ini guling kesayanganku,” rajukku.
“Duu dah gede, udah kelas lima SD masih aja manja! Ya udah, simpan di kamar Ibu sana! Nggak enak nanti kalo sepupu kita datang,” ujar Mbak Wulan.
Esok pagi Adik Faris dari Lampung datang. Adik Faris yang baru tiga tahun sungguh lucu! Adik Faris suka sekali menggambar dan main kejar-kejaran. Adik Faris langsung akrab. Padahal terakhir bertemu, umurnya masih dua tahunan. Mungkin karena mereka rajin telepon, jadi walau jarang berjumpa, terasa sudah sangat akrab. Adik Faris datang ditemani umi dan abinya.
Sorenya, Dang Acon dan Ayuk Siti yang datang dari Bengkulu. Mereka cuma ditemani Bunga (ibunya Dang Acon dan Ayuk Siti). Ayahnya tak ikut serta karena ada tugas. Malamnya, Mbak Ririn, Mbak Dayu, Mbak Nita tiba dari Jambi. Mereka datang bersama Bunda (sebutan kami untuk mamanya) dan papanya. Kini lengkaplah keluarga besar ibu. Sayang Oma dan Opa telah tiada, tidak ikut serta berkumpul bersama kami.
Hari yang dinantinya tiba. Esok hari pagi-pagi sekali keluarga yang sudah kumpul berkemas-kemas. Para ibu-ibu masak di dapur mempersiapkan bekal makan siang, sedangkan yang laki-laki mempersiapkan mobil dan lainnya.
***
Pukul delapan pagi, kami bergerak menuju Ancol. Sepanjang jalan kami bertukar cerita. Rasanya sungguh bahagia dapat berkumpul seperti ini. Tiba di Ancol pukul 10.00.
“Kita mau ke mana nih?” tanya Bunga.
“Ke Dufan aja!” jawab Bunda.
“Kemana aja, yang penting maen en gratis!” ujar Dang Acon yang disambut tawa kami semua.
Akhirnya Kami memilih untuk bermain di Dufan saja.
Ternyata harga karcis cukup mahal, yakni Rp150 ribu untuk 1 orang, bahkan Adik Faris yang tingginya belum 100 cm ikut membayar setengahnya.
Usai membeli karcis, kami semua menuju antrean panjang. Sambil menunggu antrean panjang, kami melihat badut yang lucu-lucu. Ada yang seperti kodok, boneka, bebek dan lainnya. Kulihat Adik Faris menangis ketika uminya mendekati badut berbaju kodok. Lucu sekali! Ketika hendak masuk, tangan kami di beri cap sebagai tanda masuk. Karena aku sudah pernah ke Dufan dengan ibu dan bapak, maka aku sering menjadi petunjuk bagi sepupuku yang lainnya.
Setelah sampai di dalam, kami sekeluarga besar mencari tempat untuk istirahat. Kami memilih suatu tempat duduk yang panjang menghadap ke kolam. Tak lama Adik Faris langsung mengajak umi dan abinya naik perahu di atas kolam, sedangkan kami mencoba bermain kora-kora.
Dang Acon dan Mbak Nita memilih bermain tornado. Wah kami yang melihat dari bawah saja sungguh tegang! Aku tak berani melihatnya!
“Ayo, Mbak Tia!” ajak Dang Acon.
“Nggak ah, kami milih di bawah saja,”ujar Mbak Tia.
Tak lama Dang Acon dan Mbak Nita menaiki tornado. Tubuh mereka berayun-ayun dan berputar-putar, jeritan peserta membahana.
“Ngeri tapi mendebarkan!” kata Dang Acon usai main tornado.
“Nggak mau naek itu!!! Huhuhuhu.....” Adik Faris mulai menangis melihat permainan tornado.
Selanjutnya kami mencoba permainan istana boneka. Kami naik semacam perahu yang bergerak di dalam air. Istana boneka ini terletak di dalam gua, tempatnya agak gelap. Awalnya Adik Faris ketakutan, lama-lama Adik Faris semakin asik melihat boneka-boneka yang ada. Boneka-boneka itu menggenakan busana daerah. Berbagai macam daerah, baik dari Aceh sampai Papua. Selain provinsi di Indonesia, ada juga boneka dari beberapa daerah,seperti India, Amerika, Jepang, Malaysia, dan lainnya. Wah sungguh menarik!
Menjelang asar kami sekeluarga berkumpul kembali dan bersiap-siap untuk pulang. Sungguh pertemuan ini sangat menyenangkan. Tapi setiap pertemuan, ada perpisahan. Dan besok, siap-siap rumahku sepi kembali.
Cerita Anak ini di muat di http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2010071100313343
Posting Komentar untuk "Tamasya ke Dufan"
Terima kasih telah meninggalkan jejak. Mohon maaf komentar saya moderasi untuk menghindari spam. Mohon juga follow blog, Google +, twitter: @Naqiyyah_Syam dan IG saya : @naqiyyahsyam. Semoga silaturahmi kita semakin terjalin indah ^__^