Cinta Jurusan di Semester 8. Assalamualaikum sahabat Smart Mom, aku mau cerita curhatan ala zaman sekolah nih :)
Tamat SMA tahun 1998 dulu, aku mau ke mana ya? Kalo dilihat cita-cita masa kecilku, aku ingin sekali menjadi desainer. Waktu kecil aku suka sekali menggambar beberapa desain baju. Sayang di kotaku, Bengkulu belum ada sekolah itu. Nah, ibu pun tak mengizinkan jika aku harus kuliah di luar daerah. Akupun banting setir. Aku ingin usai kuliah bisa cepat dapat uang! Tapi mau apa? Langsung kerja? Zaman begini tamat SMA langsung kerja? Paling jadi pelayan toko! Langsung menikah? Ah, bukan aku banget gitu loh!!
Tamat SMA tahun 1998 dulu, aku mau ke mana ya? Kalo dilihat cita-cita masa kecilku, aku ingin sekali menjadi desainer. Waktu kecil aku suka sekali menggambar beberapa desain baju. Sayang di kotaku, Bengkulu belum ada sekolah itu. Nah, ibu pun tak mengizinkan jika aku harus kuliah di luar daerah. Akupun banting setir. Aku ingin usai kuliah bisa cepat dapat uang! Tapi mau apa? Langsung kerja? Zaman begini tamat SMA langsung kerja? Paling jadi pelayan toko! Langsung menikah? Ah, bukan aku banget gitu loh!!
Tamat SMA temanku banyak yang sibuk tes
Akademi Perawat (AKPER). Akupun ikut-ikutan, apalagi tinggiku yang 158 cm cukup
memenuhi syarat. Mulailah aku mempersiapkan diri untuk ikut tes AKPER. Dari
ukur tinggi, cek kesehatan, sampai tes tertulis. Nah, kebetulan AKPER negri
tidak ada di Kota Bengkulu, adanya di Kota Curup, 2 jam dari Kota Bengkulu,
terpaksalah aku ikutan tes yang waktu itu ramai banget di GOR Curup. Duduknya
pun dekat banget antar peserta. Bahkan bias tukar jawaban, hehehe….
Selain AKPER Negri, aku juga
ikutan di AKPER Swasta di Kota Bengkulu. Siap-siap saja kalo tak lulus di AKPER
negri. Jujur aku tak banyak berharap lulus di AKPER Negri, karena ibu ngotot
ikut pindah ke Curup dan rumah di Bengkulu akan disewa jika aku lulus AKPER Negri nanti. Tentu saja banyak pro-kontra dari kakak-kakakku. Makanya, aku jadi
tak bersemangat mengikuti ragkaian tes. Tapi demi ibu, orang tuaku satu-satunya
(sejak ayah meninggal tahun 1991), aku pun ikutan tes juga!
Foto Yossi Delvianti |
Galau Memilih AKPER atau Kuliah di UNIB?
Tak lama pengumuman keluar. Dua-duanya namaku lulus! Baik di AKPER Negri, maupun AKPER Swasta. Ibu senang sekali! Sampai-sampai jika ada tamu yang datang, ibu selalu cerita kalo aku lulus dua-duanya. Artinya otakku lumayan lah, heheh (narsis.com)
Tak lama pengumuman keluar. Dua-duanya namaku lulus! Baik di AKPER Negri, maupun AKPER Swasta. Ibu senang sekali! Sampai-sampai jika ada tamu yang datang, ibu selalu cerita kalo aku lulus dua-duanya. Artinya otakku lumayan lah, heheh (narsis.com)
Ternyata, ibu masih punya impian lain, aku
harus menjadi mahasiswa! Ibu sedih jika aku nanti hanya bergelar D3. Apalagi
keempat kakakku saat itu sudah jadi sarjana dan bekerja. Kakak tertuaku di
Jambi D3 Perindustrian Jogya (sekarang sudah S1), kakak kedua S1 Ekonomi, kakak
ketiga S1 Fisipol, dan kakak keempat S1 Hukum. Saat itu, ibu ingin sekali aku
lulus di Fakultas Pertanian, sehingga lengkaplah kelima saudara berbeda
fakultas.
Namun, beberapa kakak dan iparku kurang
setuju. Menurut mereka aku tak perlu kuliah, aku ikut kursus saja atau pun
kuliah D3. Aku sedih sekali, memang ekonomi saat itu menjadi kendala!
Sejujurnya aku ingin sekali kuliah jurusan Bahasa Indonesia, tapi keluargaku
menentang! Saat itu menjadi guru bukanlah pekerjaan yang patut dibanggakan!
Apalagi gaji guru saat itu rendah. Aku mengalah, maka ketika mengambil formulir
IPC aku tetap masih bimbang mau kuliah di jurusan apa?
Awalnya tertarik di Jurusan Sosial Ekonomi
(Sosek),tapi kata banyak orang, kuliah di Sosek banyak akutansinya! Aku pun
urung memilih jurusan Sosek, maklum nilai akutansiku ngepas! Memang
soal hitungan aku agak parah! Hehe……aku pun melirik Ilmu Tanah! Tapi kakakku
kurang setuju menjadi pilihan pertama.
“Nggak keren pilih Ilmu Tanah, ntar belajar
gali kubur loh!” ejek kakakku.
Hadoooh aku bingung!
Foto Rismayati |
Akhirnya bosan pilih jurusan tapi tak
disetujui. Aku pasrah saja, ketika kakak keduaku membimbing aku mengisi
formulir IPC dengan menghitamkan bulatan-bulatan dengan pencil 2B, akhirnya aku
mencantumkan kehutanan di pilihan pertama, ilmu tanah pilihan kedua dan bahasa
inggris di pilihan ketiga. Jreng! Pertempuran dimulai! Kenapa kehutanan?
“Jurusan bergengsi! Lihat peminatnya
banyak banget! Kerja di Kehutanan banyak pilihan, bisa jadi PNS, bisa juga di
perusahaan HTI, dan banya duitnya!” ujar kakakku. Wah saat itu aku menurut
saja. Masih jadi anak baik euy!
(emang sekrang nakal ya?)
Ketika ujian UMPTN (namanya saat itu) aku
tidak ikut Bimbingan Belajar (Bimbel), teman-teman SMAku banyak yang ikutan
Bimbel, bahkan ke luar daerah demi kuliah di PTN favorit mereka, tapi aku harus
bersyukur, walau tidak dapat Bimbel menjelang UMPTN, ketika SMA dan menuju
Ebtanas, aku sudah ikutan Bimbel. Jadi bahan-bahan itulah menjadi bekal aku
belajar menembus UMPTN.
Baca Juga : Ibu dan Batik Besurek Rahayu
Baca Juga : Ibu dan Batik Besurek Rahayu
Bingung dengan biaya awal kuliah yang cukup
besar, akhirnya ibu memutuskan untuk menjual rumah warisan di Muaro Duo,
Sumatera Selatan. Sedihnya, demi kuliahku ibu harus melepas rumah keluarga nan
penuh kenangan. Ibuku memang asal dari komring, walau besar di Palembang.
Masa awal kuliahku cukup prihatin. Aku
yang biasa sekolah dengan pakaian seragam, ketika kuliah harus berganti-ganti
pakaian, maka ketika awal kuliah aku harus membeli beberapa stel pakaian yang
pantas, aku ingat pas tes UMPTN, bajuku agak robek dan pagi-pagi ibu
menjahitkan pakainanku, masa kuliahku berbeda dengan kakak-kakakku lainnya.
Maklum zaman mereka kuliah masih ada ayah, bahkan ada yang kuliah dengan
membawa mobil. Tapi bagianku agak berbeda. Saat ingin membeli sepeda motor
saja, kakak-kakak tak ada yang setuju, akhirya aku dan ibu menurut saja.
Cinta Jurusan di Semester 8
Awal kuliah di Jurusan Kehutanan aku belum
enjoy! Apalagi ketika masa perkenalan. Jalan jauh dari Universitas Bengkulu
(UNIB) menuju Taman Hutan Raya (TAHURA), aku sampai beberapa kali istirahat.
Maklum tidak terbiasa jalan jauh. Beberapa kali aku kena hukuman panitia,
bahkan menjadi kelompok pasien, hehehe
Tahun pertama kuliah, IP-ku cukup bagus,
akupun mendaftar menjadi calon penerima beasiswa. Alhamdulillah aku lulus! Uang
beasiswa itu sangat membantu. Memang SPP-ku dibantu kakak pertamaku, tapi biaya
buku dan lainnya, dari uang beasiswa itu sangat meringankan. Aku menerima
beasiswa cukup lama, sampai menjelang skripsi.
Baca Juga : Saya Ingin Jadi Wartawan Politik
Ketika kuliahlah aku menemukan bakat
menulisku. Awalnya cuma iseng, mengisi Mading Hima-Hutan yang kupegang, maklum
kala itu aku menjadi pj Mading. Lama-lama aku bergabung di tim buletin
kampus. Lalu, berkat seorang kakak tingkat, aku bergabung dengan Media Unib,
sebuah koran kampus. Di sini aku menemukan kembali impianku. Aku masih tetap
bisa menulis, mengajarkan pengalaman menulisku tanpa harus bertitel menjadi
guru Bahasa Indonesia, hehehe…..alhamdulillah honor 100 ribu yang kudapat
setiap bulan sangat membantu mencari refrensi yang kubutuhkan, baik bahan
kuliah maupun bahan tulisanku.
Lama-lama akupun mulai mencoba mengirimkan
karyaku ke berbagai media massa. Alhamulillah pelan-pelan tulisanku dimuat
diberbagai media. Honornya beragam, tapi cukup membantu bagiku yang haus
informasi. Setiap hari Minggu aku membeli beberapa koran yang memiliki kolom
sastra, aku mempelajari gaya kepenulisannya dan mencoba menulis
dengan gaya serupa. Jadi, aku benar-benar belajar otodidak dengan
melihat dan membaca gaya kepenulisan setiap media.
Selain mengirimkan tulisan, aku juga
senang mengikuti lomba menulis di kampus. Dari lomba cerpen sampai tulisan
essai. Hadiah dari menang lomba tulisan itu kadang kubelikan beberapa majalah
dan juga bahan kuliah.
Baca Juga ya! Cerita Hijrahku dan Gamis Syar’i
Aku melalui proses yang panjang sampai aku mencintai jurusanku. Berawal dari mulai penelitian di semester 8 dan mulai mecoba menikmati kuliah. semakin cinta saat masuk semester berikutnya. Semester 10 aku harus Paraktek Umum di Desa Getas Kec. Kradenan Kab. Blora Jawa Tengah. Di sana sekitar 3 minggu kami belajar ilmu kehutanan yang sudah kami miliki dibimbing oleh asisten dosen dari UGM. Kebetulan dari UGM ada sekitar 5 mahasiswa yang ikut gabung PU bareng kami dari UNIB.
Di sana, kami mengenai bagaimana proses
Penataan dan Pengorganisasian Hutan (PAK), Inventarisasi, Penjarangan, Pohon
Plus sampai penghitunganyang bikin begadang setiap malam. Di sini aku menemukan
keasikan tersendiri! Aku melihat dari dekat bagaimana hutan sangat dibutuhkan
bagi kehidupan! Aku melihat sendiri proses uji kayu dari penimbunan kayu untuk
diolah lebih lanjut. Aku juga banyak menemukanilmu baru setelah sharing dengan
teman-teman dari UGM. Intinya aku semakin semangat kuliah dan berprestasi!
Cukup terlambatkah menyadarinya? Pulang dari PU aku mengejar ketertinggalanku!
IP-ku semakin meningkat, maklum di semester 3 sempat merosot bahkan di semester
4 atau 5, IP-ku pernah terjun bebas menjadi 2,0. Huah aku kebangetan ya?
Alhamdulillah ketika wisuda IPK-ku bisa meningkat menjadi 3,07. Lumayan
lega! Sayang ketika wisuda, ibu tak dapat mendampingiku. Ibu meninggal tahun
2003 dan aku wisuda di tahun 2005.
Aku pun bersyukur kuliah di Jurusan
Kehutanan, di sini aku menemukan banyak ilmu, termasuk hidayah. Aku hijrah
menggenakan jilbab pada tahun 1998. coba kalo aku jadi desainer seperti
cita-cita awalku? Belum tentu aku seperti ini. Alhamdulillah aku sekarang
menjadi Guru Bahasa Indonesia di sebuah SDIT walaupun bukan dari FKIP Bahsa Indonesia.
Aku percaya, keberadaanku sekarang semua telah diatur-Nya. Aku bersyukur atas
nikmat-Nya. Apa yang kita anggap baik, belum tentu baik bagi kita. Rencana
Allah betul-betul sempurna!
Itulah kisah zaman kuliahku Cinta Jurusan di Semester 8. Bagaimana denganmu? |
perlu 8 semester untuk mencintai..klo saya sampai sekarang belom (7th) hehehe
BalasHapusAis: wah, lama sekali? Benar-benar tak ada minatkah?
BalasHapuswhuaa ibu guru bahasa Indonesia..
BalasHapusSungguh pelajaran yang gampang2 susah ya Maak..
Iya betul terkadang yang di Atas ngasih JalanNya yang lain ya, kita mah hanya mengikuti alurnya aja :D
Betul sekali Mba.. Rencana Allah itu sempurna..
BalasHapusGa nyangka seorang mba naqi ternyata minat desain juga ^_^
BalasHapusaku dulu juga pingin masuk jurusan bahasa indonesia kak naqi..hihihi.
BalasHapusJadi yang Akper itu dua-duanya ngga diambil Mba? Sayang yaa..
BalasHapusTapi keren lah perempuan ambil jurusan kehutanan. :)
Sampai harus jual rumah ya mbak demi biaya kuliah, ortu ku juga dulu begitu kalau lagi kekurangan jual barang-barang berharga, alhamdulillah rumah nggak sampai terjual
BalasHapusWah, IP-nya Mbak Naqi lebih keren dari IP-ku #devillaugh #ups.
BalasHapusTernyata emang passionnya berhubungan dengan bahasa dan sasatra dari dulu yaaa, Mbak :)
Kita memang tak pernah tau kemana Allah mengarahkan langkah kaki kita, ya, Kak Naqy? Kuliah di sini tapi ujung2nya kerja di bidang lain, adalah hal biasa. Mungkin karena kita 'diminta' untuk mempelajari hal lainnya yang akubyakin pastinakan ada hikmahnya. Menarik kisahnya, kak, aku baca sampai tuntas, lho! Hehe.
BalasHapusSaya salut sama anak jurusan kehutanan. Soalnya dari kecil suka ikut ayah ke hutan. Semacam liat pahlawan yg akan mengawal kelestarian hutan. Tapi ternyata, semua orang berperan juga, dan ttp bs menjaga hutan. Selaras mb Naqi yg juga ttp bisa mengajar 😘
BalasHapusSalam kenal, Mba. Alma dari sumsel jg, barangkali nanti main ke sumsel kita ketemuan ya (pas Alma udah pulang hehee)